Selasa, 17 April 2012

manajement Ppengelolaan zakat masa modern (BAZ-LAZ)

     Latar Belakang
Manusia yang beragama Islam mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allah. Ibadah disini tidak hanya sholat, tetapi masih banyak diantaranya: puasa, zakat. Zakat adalah memberikan sebagian harta kepada orang yang berhak menerima setelah mencapai nishab dan haul. Zakat disini ada berbagai macam, selain zakat maal dan zakat fitrah. Ada pula zakat profesi, barang temuan, dll.
Dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat disini ada yang langsung kepada badan amil zakat dan langsung disalurkan kepada mustahik zakat, dan ada juga melalui lembaga pengelolaan.
zakat yaitu, BAZ dan LAZ. Lembaga tersebut mempunyai fungsi yang sangat optimal dengan mendayagunakan zakat secara proposional dan profesional, mendapatkan hasil maksimal, efektif dan efisien serta terwujudnya cita-cita pensyariatan zakat.[1]
Dengan adanya BAZ dan LAZ ini pendistribusian zakat akan sesuai dengan perintah agama, dan tersalurkan secara merata.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian BAZ dan LAZ?
2.      Bagaimana tehnik/cara pengumpulan zakat oleh BAZ dan LAZ?
3.      Bagaimana pendistribusian zakat itu?




PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Kata zakat secara etimologi berarti “suci”, “berkembang”, dan “barakah”. Menurut istilah Fiqh Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan di dalam syara’.[2]
Asy-Syaukani mengatakan bahwa zakat itu “Memberi suatu bagian dari harta yang sudah sampai nishab kepada orang fakir dan sebagainya, yang tidak bersifat dengan sesuatu halangan syara’ yang tidak membolehkan kita memberikan kepadanya.”
Jadi zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya, sesuai ketentuan syara’.
Dasar hukum diwajibkannya mengeluarkan zakat dalam Islam adalah sebagaimana firman Allah dalam al Qur’an diantaranya terdapat dalam surat:
a.       Al Baqarah ayat 110
واقيمواالصلوۃوتواالزكوۃ
Dan tegakkanlah shalat dan bayarkanlah zakat
b.      Al Mukminun ayat 1-4
قدافلح المۉمنون﴿۱ۙ﴾  الذين هم في صلوتهم خا شعون ﴿۲﴾ والذين هم عن اللغومعرضون ﴿٣﴾ والذين هم للزكوة فاعلون﴿٤﴾
sungguh berbahagia orang-orang mukmin, yaitu orang-orang yang menjalankan sholat dengan khusyu’ dan orang-orang yang berpaling dari perbuatan yang tidak berguna dan orang-orang yang menunaikan kewajiban zakat”.

B.     Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ)
Pembentukan Badan Amil Zakat tidak dapat dilepaskan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ). Berdasarkan Undang-undang tersebut pengelolaan zakat di Indonesia akan dilakukan oleh dua macam institusi, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ merupakan organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sedangkan LAZ merupakan organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk atas prakarsa masyarakat.[3]
Keberadaan BAZ dapat dijumpai dari tingkat nasional sampai tingkat nasional sampai tingkat kecamatan. Pembentukan BAZ untuk tingkat nasional dilakukan oleh presiden atas usul menteri agama. Untuk tingkat daerah propinsi oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama pripinsi. Untuk daerah Kabupaten atau daerah kota oleh Bupati atau Wali kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten atau kota dan untuk tingkat kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan (pasal 6 UUPZ). Badan Amil Zakat di semua tingkatan tersebut memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif.
Tugas pokok BAZ yaitu, mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama yang berasaskan iman, dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (pasal 4).
Pengumpulan zakat dilakukan dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki setelah ada pemberitahuan dari yang bersangkutan. Zakat yang dikumpulkan terdiri dari zakat Mal (zakat harta) dan zakat Fitrah (zakat jiwa). Dalam pengumpulan zakat, BAZ dapat bekerjasama dengan bank untuk mengambil zakat harta dari muzakki yang ada di bank itu atas permintaan dari muzakki. Yang dimaksud disini adalah muzakki memberikan kewenangan kepada bank untuk memungut zakat simpanan muzakki yang kemudian diserahkan kepada Badan Amil Zakat.
Dalam pengumpulan zakat, semuanya tergantung pada kesadaran muzakki sendiri untuk menunaikannya. Pengurus BAZ tidak memaksa setiap umat Islam yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakatnya. Karena dalam UUPZ tidak ada landasan yuridis bagi BAZ untuk melakukan tindakan demikian, dan tidak dikenakan sanksi bagi para  muzakki yang menolak mengeluarkan zakat.
BAZ setiap tahun diwajibkan memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.

Terdapat sembilan kunci profesionalitas organisasi ZIS yang kokoh dan tangguh:
a.       kekuatan dasar
1.      misi dan program kerja  yang  jelas
2.      tim kerja yang profesianal dan tangguh
3.      kepemimpinan pengelola yang berpandangan ke depan
b.      kekuatan operasional
4.      arus kas amil yang harus positif
5.      komunikasi yang efektif dengan mustahik dan muzakki
6.      sistem kerja yang efisien dan profesional
7.      taat azas kerja BAZ-LAZ dan hukum fiqh, termasuk UU pengelolaan zakat
8.      menghasilkan produk layanan mustahik-muzakki pengembangan dan perluasan cakupan layanan yang selalu diperbaiki
9.      melakukan evaluasi kemajuan untuk mencapai sasaran tanpa henti.

C.    Struktur Organisasi Badan Amil Zakat
Struktur organisasi memiliki peranan penting untuk mengatur dan mengkoordinasikan tindakan pegawai dalam mencapai tujuan organisasi. Tanpa adanya struktur yang jelas, pegawai akan bekerja tanpa arah, bekerja menurut kemauannya sendiri dan akhirnya tidak hanya organisasi itu yang dirugikan tetapi juga masyarakat.
Zakat merupakan sumber dana yang cukup potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu organisasi yang profesional untuk mengelolanya. Pengelolaan zakat yang dimaksud adalah mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasaan dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaaan zakat.
Salah satu organisasi yang bergerak dalam pengelolaan zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ). Ada tiga bagian pokok dalam organisasi ini, yaitu Dewan Pertimbangan, Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.[4] Masing-masing memilki tugas spesifik. Dewan Pertimbangan adalah memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi tentang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat. Adapun tugasnya adalah:
a.         Menetapkan garis kebijakan umum Badan Amil Zakat bersama Komisi pengawas dan badan pelaksana.
b.        Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikutioleh pengurus Badan Amil Zakat.
c.         Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
d.        Menampung, mengolah dan menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat (pasal 5 Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000).[5]

Komisi pengawas merupakan bagian yang berfungsi melaksanakan pengawasan internal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Pengawasan tersebut:
a.    Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan
b.    Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
c.    Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
d.   Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Fungsi Badan Pelaksana adalah melaksanakan kebijakan Badan Amil Zakat dalam program pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat. Tugasnya:
a.    Membuat rencana kerja yang meliputi rencana pngumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat.
b.    Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
c.    Menyusun laporan tahunan
d.   Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai tingkatannya.
e.    Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik kedalam maupun keluar (pasal 7 Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000).

Struktur Organisasi BAZ Kabupaten / Kota

Dewan pertimbangan
Badan
Pelaksana
Komisi
 Pengawas
Ketua
Wk. ketua
Ketua
Wk. ketua I
Bendahara----Wk. ketua II----Sekretaris
Wk. sekretaris I
Wk. sekretaris II
Ketua
Wk. ketua
Sekretaris
Wk. sekretaris

Sekretaris
Wk. sekretaris

Anggota 5 orang

Anggota 5 orang


Kepala seksi
Pengumpulan
Kepala seksi
Pendistribusian
Kepala seksi Pendayagunaan
Kepala seksi
Pengembangan
UPZ-UPZ
Staf-staf
Staf-staf
Staf-staf
Muzakki
Mustahiq
Mustahiq
Motivator

D.       TEHNIK PENGUMPULAN  ZAKAT OLEH BAZ-LAZ
Dalam pelaksanaannya BAZ dan LAZ mempunyai berbagai tehnik pengumpulan zakat diantaranya:
a.         Membentuk “tim penyuluh” guna melaksanakan sosialisasi sadar Zakat, Infak dan Shadaqah melalui dinas/instansi, BUMN/BUMD, asosiasi pengusaha muslim dan organisasi lainnya.
b.        Membentuk pengurus UPZ (Unit Pengumpul Zakat)
c.         Melakuklan sosialisasi “Gerakan Sadar Zakat” melalui berbagai jalur seperti penerbitan buletin, pembuatan brosur, panflet serta pemasangan baliho di tempat-tempat strategis.
d.        Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak sebagai peningkatan pengumpulan ZIS, seperti: pasaraya, program sms amal, dll.
e.         Mengoptimalkan petugas Juru Pungut (JUPUNG) dari berbagai daerah. Dll.

E.     PENDISTRIBUSIAN ZAKAT
Zakat yang telah terkumpul di lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada mustahik sesuai skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja, sesuai dengan surat at Taubah ayat 60:
1.      Fakir dan miskin
Walaupun kedua kelompok ini berbeda tetapi dalam teknis operasionalnya sering disamakan, yaitu mereka tidak memiliki penghasilan sama sekali atau memiliki tetapi tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Zakat yang disalurkan ini dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan dapat pula bersifat produktif, yaitu untuk menambah modal kerja.
2.      Kelompok amil
Kelompok ini berhak menerima zakat maksimal seperdelapan dengan catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut.
3.      Kelompok muallaf
Yaitu kelompok yang dianggap masih lemah imannya karena baru masuk Islam. Mereka diberi zakat agar bertambah kesungguhannya dalam ber-Islam dan bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan mereka dengan sebab masuk Islam tidaklah sia-sia.
4.      Dalam memerdekakan budak berlian.
Yaitu bahwa zakat antara lain dipergunakan untuk membebaskan budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan.
5.      Kelompok gharimin
Kelompok orang yang berhutang yang sama sekali tidak bias melunasinya. Tiga kelompok orang yang termasuk kategori hutang: orang yang hartanya terbawa banjir atau orang yang hartanya musnah terbakar, orang yang berhutang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain, orang yang mempunyai keluarga tetapi tidak mempunyai harta untuk menafkahi keluarganya sehingga ia berhutang.


6.      Kelompok fi sabilillah
Pada zaman rasulullah yang dimaksud fi sabilillah adalah sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji tetap, tetapi dalam konteks sekarang bias dianalogikan kepada ustadz, guru, pelatihan para da’I, bisa untuk pembangunan masjid, dll. 
7.      Kelompok Ibnu sabil
Yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan. Bias juga untuk membiayai sekolah anak-anak jalanan yang kini semakin banyak jumlahnya.
Tugas  utama BAZ dan LAZ dalam mendistribusikan zakat adalah menyusun skala prioritas berdasarkan program-program yang disusun berdasarkan data-data yang akurat. Karena BAZ dan LAZ sekarang jumlahnya semakin banyak maka perlu adanya semacam spesifikasi dari masing-masing lembaga. Misalnya lembaga zakat A mengkhususkan program-progamnya untuk usaha produktif, lembaga B untuk pemberian daripada beasiswa dan pelatihan-palatihan, sehati (sehat ibu dan buah hati) santunan anak yatim, dan program sosial lainnya.



PENUTUP
KESIMPULAN
1.      BAZ merupakan organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sedangkan LAZ merupakan organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk atas prakarsa masyarakat
2.      Berbagai tehnik pengumpulan zakat oleh BAZ dan LAZ diantaranya:
a.         Membentuk “tim penyuluh” guna melaksanakan sosialisasi sadar Zakat, Infak dan Shadaqah melalui dinas/instansi, BUMN/BUMD, asosiasi pengusaha muslim dan organisasi lainnya.
b.         Membentuk pengurus UPZ (Unit Pengumpul Zakat)
c.         Melakuklan sosialisasi “Gerakan Sadar Zakat” melalui berbagai jalur seperti  penerbitan buletin, pembuatan brosur, panflet serta pemasangan baliho di tempat- tempat strategis.
d.        Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak sebagai peningkatan pengumpulan ZIS, seperti: pasaraya, program sms amal, dll.
e.         Mengoptimalkan petugas Juru Pungut (JUPUNG) dari berbagai daerah. Dll.
3.      Pendistribusian zakat diberikan kepada mustahik sesuai skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja, sesuai dengan surat at Taubah ayat 60:
a.       Fakir dan miskin
b.      Kelompok amil
c.       Kelompok muallaf
d.      Dalam memerdekakan budak berlian.
e.       Kelompok gharimin
f.       Kelompok fi sabilillah
g.      Kelompok ibnu sabil



DAFTAR PUSTAKA
Abidah, Atik. Zakat, Filantropi dalam Islam Refleksi Nilai Spiritual dan Charity. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011.
Anshori, Abdul Ghofur. Hukum dan Pemberdayaan Zakat Upaya Sinergis Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2006.
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Muhammad dan Mas’ud , Ridwan, Zakat dan Kemiskinan, Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII Press, 2005.


[1] Atik Abidah, Zakat, Filantropi dalam Islam Refleksi Nilai Spiritual dan Charity (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011).,9.
[2] Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat Upaya Sinergis Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia (Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2006).,12.
[3] Ibid.,99.
[4] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002).,131.
[5] Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan, Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta: UII Press, 2005).,127.

0 komentar:

Posting Komentar